Endang Rochmiatun, penulis (2017) ELITE LOKAL PALEMBANG ABAD XIX-ABAD XX: KAJIAN TERHADAP PERAN ‘HAJI MUKIM’ DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM. Rafahpress.
|
Text
LENGKAP ISBN_elite lokal.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
diketahui, Pareto membagi elit yang berkuasa menjadi dua: elite yang sedang memerintah (governing elite) dan elite yang tidak sedang memerintah (non governing elite). Governing elite terdiri dari orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan politis sehingga bisa secara langsung mempengaruhi pada pembuatan kebijakan. Sedangkan non governing elite adalah mereka yang memiliki kedudukan tinggi atau memiliki kapasitas lebih dalam hal tertentu dalam setrata sosial, akan tetapi tidak menduduki jabatan-jabatan politis (pemerintahan) yang secara langsung dapat mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan sebagaimana governing elite. Pada tahun 1930-an mereka (Haji Mukim) ini adalah bagian komunitas Indonesia terbesar kedua di Mekkah (setelah orang Sunda/Jawa Barat). Setelah mereka kembali ke Palembang, pembelajaran yang mereka terima dari Timur Tengah memungkinkan mereka mendirikan jaringan pendidikan yang tidak tergantung dengan pemerintah Kolonial Belanda, yakni dengan mendirikan sekolah sendiri. Dengan demikian mereka berada di luar spectrum system Kolonial. Mereka inilah salah satu yang dapat dimasukkan dalam kategori “Elite Lokal Modern” Palembang. Realitas di atas menarik untuk dikaji lebih mendalam, karena fakta yang ada menunjukkan bahwa “Haji Mukim” ini memunyai peran sentral dalam mengembangan Islam di Palembang. Pertanyaan yang mendasar dalam membincangkan tentang elit local modern ini, diantaranya adalah: apa latar belakang munculnya elit local modern ?, Bagaimana proses kemunculan elit local modern di Palembang ?, serta bagaimana bentuk peran mereka ?. Metode dalam penelitian ini yakni metode sejarah, sebagaimana biasanya dalam penelitian sejarah, tahapan yangakan dilakukan yakni : heuristic, kritik, interpretasi dan historiografi. Dalam penelitian ini sumbangan pemikiran Pareto maupun Mosca tentang elite akan bermanfaat bagi kajian terhadap Elite lokal Palembang abad XIX-XX, yang mana akan memfokuskan kajian terhadap peran “Haji Mukim” dalam mengembangkan Islam di Palembang. Oleh karena kedua tokoh tersebut di atas telah mencoba mengemukakan ide-idenya mengenai sifat dan peranan elit dalam masyarakat. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan mulitimensional. Sebagaimana diketahui, peranan dan teori-teori dan konsepkonsep ilmu sosial sangat penting dalam penelitian sejarah. Untuk lebih memahami studi tentang elite lokal Palembang pada abad XIX-XX yang memfokuskan kajian terhadap peran “Haji Mukim” dalam mengembangkan Islam di Palembang secara mendalam, maka selain menggunakan pendekatan histories juga akan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Antropologi dan ekonomi. Dapat di simpulkan bahwa “Elit Lokal Modern” merupakan golongan pribumi di Palembang yang pada dasarnya adalah orang-orang yang menerima perubahan kebudayaan serta pemikiran dari Barat. Perubahan budaya tradisional ke arah budaya modern ini merupakan pengaruh atau konsekwensi dari invention dan akulturasi yang dilakukan orang Eropa dengan orang Pribumi. Salah satu tonggak perubahan budaya pribumi Indonesia adalah dikeluarkannya kebijakan politik etis khususnya bidang pendidikan. Sistem pendidikan Barat yang diperkenalkan pada rakyat pribumi telah membuka wawasan dan peluang pikiran elit tradisional terpengaruh pemikiran Barat. Pemikiran Barat disini adalah berupa ide-ide kebebasan, memperoleh hak hidup, nasionalisme dan persatuan daerah Indonesia. Hal ini sesusai dengan pendapat Rousseau yang menjunjung tinggi kebebasan dalam menentukan sesuatu. Selain itu semangat rasionalitasorang Eropa dalam belajar dan berpikir telah mempengaruhi pemikiran para elit modern Indonesia untuk mewujudkan masyarakat sejahtera yang merdeka. Pada awal abad XX gerakan reformasi dan modernisasi juga melanda kehidupan keagamaan umat Islam di wilayah Palembang. Pengaruh gagasan pembaharuan tersebut diantaranya dibawa oleh beberapa ulama alumni dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Adapun ulama-ulama yang berfaham Islam modernis-reformis di Palembang tersebut diantaranya adalah tiga ulama yang merupakan alumni dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, yakni; Abdul Somad bin Abdul Muin, dan Hasan Basri bin Muhammad Amin (Mereka ini berasal dari Muara Enim) serta Akhmad Azhari bin H. Abdul Hamid (Ia berasal dari daerah 4 Ulu Kota Palembang). Ketiga ulama ini juga merupakan contoh yang menggambarkan adanya pengaruh yang membawa gagasan pembaharuan dalam Islam. Ketika mereka pulang pada awal April 1937 mereka disambut secara baik oleh masyarakat dimana mereka berasal. Ulama Palembang lainnya yang mendapat pengaruh gagasan pembaharuan lebih dahulu adalah H. Husein Ma’ruf yang berasal dari Desa Campang Tiga, Ogan Komering Ulu (OKU). Husein Ma’ruf dilahirkan di Desa Campang Tiga pada tahun 1860M. Ia merupakan anak dari H. Khatib Ma’ruf keturunan dari Tuan Syaikh Abdurrahman, ibunya bernama Salamah. Ia belajar dengan ayahnya dan juga dengan H. Syamsudin (alumni Al-Azhar Kairo) selama 4 tahun. Tahun 1890 M ia pergi ke Mekkah maupun ke Kairo dan juga belajar disana sampai kepulanganya pada tahun 1899 M. Ia mengajarkan Islam di daerah Campang Tiga terutama masalah menjauhkan diri dari sifat khurafat, syirik, tahayul dan sebagainya. Pada tahun 1913 ia kemudian mendirikan mushola/langgar yang digunakannya sebagai tempat pendidikan non-formal.Adapun Hasan Basri Muhammad Amin yang berasal dari Muara Enim ini adalah sebagai salah satu contoh ulama guru yang membawa gagasan pembaharuan dalam Islam. Sebagaimana diketahui, sekembalinya dari studi di Perguruan Islam Al-Azhar Kairo Mesir, ia segera didaulat untuk memberikan pidato di depan masyarakat Muara Enim oleh sebuah panitia yang sengaja dibentuk untuk acara penyambutan. Acara tersebut diselenggarakan pada hari Minggu, tanggal 11 April 1937 dan dihadiri oleh sebagian besar masyarakat Muara Enim. Sebelum berpidato, oleh panitia disebutkan bahwa Hasan Basri merupakan seorang anak yang berasal dari Tungkal yang sebelumnya juga pernah belajar di Sekolah Perhimpunan Kaoem Moeslimin (PKM) di Muara Enim. Adapun yang menjadi salah satu poin penting dalam pidato Hasan Basri tersebut adalah seruannya kepada umat Islam di Muara Enim untuk kembali kepada apa yang disebutnya “Islam Sejati” yakni Islam yang berazaskan pada al- Qur’an dan al-Hadits agar mendapatkan kemenangan dan keselamatan dunia akhirat. Ulama lainnya yang membawa faham reformis yakni H. Husin Alim bin Umar. Sekembalinya dari Mekkah ia kemudian menetap di Kampung 5 ulu Palembang. Di sana ia kemudian mendirikan Sekolah Samsoel Huda. Sejak tahun 1927 dirumahnya Kampun 5 Ulu dijadikannya ruangan belajar yang menampung anak anak yang berasal dari Kampun 3,4, dan 5 Ulu Palembang, selain itu juga diselenggarakan kursus bagi orang dewasa untuk menjadi calon da’i.
Item Type: | Book |
---|---|
Subjects: | Adab dan Humaniora > Sejarah Peradaban Islam |
Depositing User: | Fakultas Adab |
Date Deposited: | 20 Mar 2023 03:35 |
Last Modified: | 20 Mar 2023 04:14 |
URI: | http://repository.radenfatah.ac.id/id/eprint/25980 |
Actions (login required)
View Item |