Mansur, H.M. RUSLI (2009) KOMPETENSI PENGADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH. Masters thesis, UIN RADEN FATAH PALEMBANG.
|
Text
BAB I.pdf Download (157kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (227kB) | Preview |
|
|
Text
BAB V.pdf Download (71kB) | Preview |
|
|
Text
Daftar Pustaka.pdf Download (105kB) | Preview |
Abstract
Studi ini tentang kompetensi Pengadilan Agama dan sengketa ekonomi syari’ah. Hal ini penting dikaji, sebab persoalan kompetensi berarti membahas kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Di sisi lain, penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Indonesia selama ini dilakukan melalui jalur non-litigasi, yakni Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) atau Basyarnas. Sejalan dengan perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama (PA), maka sesuai pasal 49, Pengadilan Agama berkompetensi untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Rumusan Masalah studi ini adalah (1) Apa saja sengketa di bidang ekonomi Syari’ah yang menjadi kompetensi pengadilan agama? (2) Bagaimana Penyelesaian Kasus Sengketa di bidang ekonomi Syari’ah Pra lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006? (3) Bagaimana kompetensi pengadilan agama dalam Kasus Sengketa di bidang ekonomi Syari’ah Pasca UU Nomor 3 Tahun 2006? Penelaahan literatur secara khusus belum didapat penelitian yang membahas tentang kompetensi pengadilan agama dan hubungannya dengan sengketa ekonomi syari’ah. Beberapa penelitian terdahulu lebih banyak membahas masalah.tersebut dalam konteksnya yang parsial. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan penggalian data berdasarkan hukum normatif. Sumber data primer berupa bahan hukum, yakni: UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Sedangkan sumber data skundernya antara lain Abdul Ghofur Anshori 2007. Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006 (Sejarah, Kedudukan, dan Kewenangan). Yogyakarta: UII Press, Ichtijanto, “Kompetensi Pengadilan Agama”, manuscrif makalah, 25 Maret 1987, Said Agil Husein al Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,Dalam Arbitrase Islam, Umar Basyir, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam Darul Haq, Jakarta, 2004 dan Muhammad Syafe’i Antonio, Bank Syari’ah: Suatu pengenalan Umum,Jakarta: Tazkia Institute-Bank Indonesia, 1999. Data penelitian ini dikumpulkan melalui studi dokumentasi dengan menggunakan tiga tahapan kerja, yaitu: inventarisasi, evaluasi kritis dan sintesis. Analisis data dalam penelitian ini mengunakan metode deskriptif analitis dan metode content analysis. Metode deskriptif analitis berguna untuk menguraikan berbagai aspek kompetensi pengadilan agama terhadap sengketa ekonomi syari’ah kemudian menganalisisnya dalam suatu kesatuan untuk mendekati suatu penilaian yang objektif. Lebih objektif dimaksud adalah penilaian yang dihasilkan dari interprestasi dan seleksi terhadap fakta yang sudah terekam oleh para ilmuwan masa tersebut.Metode content analysis digunakan untuk mengelaborasi aspek-aspek isi materi, menganalisisnya dari aspek bahasa dan keluasan isi dan kaitan pokok-pokok masalah yang melingkupinya, serta menarik garis koheransi antar berbagai materi yang didapat untuk disimpulkan. Hasil studi ini menyimpulkan (1) Sengketa di bidang ekonomi Syari’ah yang menjadi kompetensi pengadilan agama adalah perbankan syari’ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, asuransi syari'ah, reasuransi syari'ah, reksadana syari'ah, obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah, sekuritas syari'ah, pembiayaan syari'ah, pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah, dan bisnis syari'ah; (2) Penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah pra lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006 mengacu pada ketentuan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam hal ini melalui Basyarnas (Badan Arbitrase Syari’ah Nasional). Khusus menyangkut penegakan hukum kontrak bisnis di lembaga-lembaga keuangan syari’ah, selama ini mengikuti ketentuan KUH Perdata/ BW (Burgerlijk Wetboek). Ini artinya, konsep perikatan hukum Islam belum fungsional. (3) Lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama telah memperkuat kompetensi Pengadilan Agama dalam menyelesaikan kasus sengketa di bidang ekonomi Syari’ah. Pasal 49 menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: huruf i). ekonomi syari’ah.” Hal ini berarti bahwa kewenangan Badan Arbitrase dan Lembaga Peradilan lain dalam kasus sengketa ekonomi syari’ah semestinya batal demi hukum, kecuali para pihak yang bertransaksi secara eksplisit menyebut klausul akadnya masih memanfaatkan arbitrase. Ketentuan tersebut diperkuat pula oleh UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Sejalan dengan itu, Mahkamah Agung RI melalui SK. Nomor: KMA/097/SK/X/2006 menunjuk Tim Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Ini sekaligus embrio dari fungsionalisasi konsep perikatan hukum Islam.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Additional Information: | EKONOMI SYARIAH (S2) |
Subjects: | 300 Ilmu sosial, Sosiologi dan Antropologi > 330 Ekonomi |
Depositing User: | PPS Pasca Sarjana |
Date Deposited: | 26 Feb 2020 03:37 |
Last Modified: | 26 Feb 2020 03:37 |
URI: | http://repository.radenfatah.ac.id/id/eprint/6494 |
Actions (login required)
View Item |