THOIB, NURLAILA (2010) SISTEM TRANSAKSI GADAI PADA PERUM PEGADAIAN CABANGMUARA ENIM DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH. Masters thesis, UIN RADEN FATAH PALEMBANG.
|
Text
Bab 1.pdf Download (193kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 2.pdf Download (210kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 5.pdf Download (76kB) | Preview |
|
|
Text
Referensi.pdf Download (79kB) | Preview |
Abstract
Lembaga Pegadaian di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Pada awalnya lembaga ini merupakan lembaga swasta, barulah pada tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 178 tahun 1961, lembaga ini berubah menjadi perusahaan negara. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 180 tahun 1965 perusahaan negara pegadaian diintegrasikan ke dalam urusan Bank Central, dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1969 perusahaan negara pegadaian diubah statusnya menjadi jawatan pegadaian, dan sekarang menjadi Perum Pegadaian. Perum Pegadaian mempunyai moto “Mengatasi masalah tanpa masalah”. Islam memerintahkan umatnya supaya tolong menolong, dan salah satu bentuk tolong menolong ini adalah berbentuk pinjaman baik dengan jaminan atau tidak. Dalam konsep fikih Islam ada dikenal istilah “Rahn” yakni meminta barang dari debitur sebagai jaminan utangnya, sehingga apabila debitur itu tidak mampu melunasi pinjamannya, maka barang jaminan dapat dijual oleh kreditur. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong. Dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Dalam hukum perdata Indonesia gadai diartikan sebagai suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual (dapat dilelang) oleh yang berpiutang bila yang berpiutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Dalam praktek, barang-barang yang lazim diterima oleh Perum Pegadaian adalah barang-barang seperti emas, permata, sepeda, sepeda motor, kain sutra atau barang-barang lainnya yang berharga, dan juga peminjaman uang dan seperti ini juga berlaku di Perum Pegadaian di Muara Enim. Adapun peminjaman uang pada Perum Pegadaian ini dikenakan bunga. Menyangkut besarnya suku bunga selalu mengalami perubahan dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian. Pelaksanaan prosedur penaksiran di perum pegadaian cabang Muara Enim, yaitu terlebih dahulu nasabah menyerahkan SBK (Surat Bukti Kredit). Setelah pihak pegadaian memeriksanya, maka pihak pegadaian melakukan penaksiran terhadap barang jaminan itu. Kemudian barang-barang yang sudah ditaksir satu persatu secara cermat oleh sebuah tim yang dibentuk ditentukan dan diberikan pinjamannya. Operasionalisasi Perum Pegadaian cabang Muara Enim terdapat beberapa hal yang masih dipandang menyalahi norma dan etika bisnis Islam, di antaranya adalah masih terdapat unsur riba, yaitu yang berupa sewa modal yang disamakan dengan bunga. Barang jaminan pada dasarnya bisa dimanfaatkan baik oleh penerima maupun pemberi gadai sesuai kesepakatan. Namun berdasarkan penelitian, peneliti melihat bahwa barang-barang jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Muara Enim tersimpan dalam gudang selama menjadi jaminan hutang (tidak dimanfaatkan baik oleh penerima maupun pemberi gadai).
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Additional Information: | EKONOMI SYARIAH (S2) |
Subjects: | 300 Ilmu sosial, Sosiologi dan Antropologi > 330 Ekonomi |
Depositing User: | PPS Pasca Sarjana |
Date Deposited: | 02 Mar 2020 03:59 |
Last Modified: | 02 Mar 2020 03:59 |
URI: | http://repository.radenfatah.ac.id/id/eprint/6545 |
Actions (login required)
View Item |